Kamis, 29 November 2012

Daihatsu Terios 7-Wonders menjelajah Alam Sumatera








Daihatsu Terios 7-Wonders menjelajah Alam Sumatera
Petualangan Terios 7 Wonders dimulai tanggal 10 Oktober 2012. Tim yang terdiri dari 10 orang petualang ini akan menjelajahi keindahan alam Sumatera dengan tiga unit Daihatsu Terios TX-AT (2 unit)
Dan Terios MT (1 unit). Setelah dilepasoleh VLC, tepat pada pukul 23.00 WIB tim bergegas menuju
Penyeberangan Merak-Bakauheni dengan menggunakan ferry.
 
Perjalanan yang diperkirakan akan memakan waktu selama 14 hari dengan jarak kuranglebih 3.300 km, tim Terios 7 Wonders akan menguak keindahan panorama alam dan budaya dari Lampung hingga ke Kota Sabang di ujung Sumatera. Misi utama dari perjalanan ini adalah untuk mengguggah mata dunia akan kekayaan alam Indonesia khususnya Pulau Sumatera. Dalam petualangan ini, tim 7 Wonders akan singgah di tujuh tempat produsen kopi  yang akan menjadi bagian dari eksplorasi kekayaan alam dan budaya Indonesia selama perjalanan.

Sesampainya di kota Lampung tim 7 wonders bergerak menuju Kota Liwa, Lampung Barat.


 ETAPE 1) Kota Liwa, Lampung Barat

Untuk sampai ke kota ini, Tim Petualang 7 Wonders menempuh jarak hingga 567 km dari Jakarta. Kota yang luasnya sekitar 3.300 hektar ini merupakan jalur strategis yang menghubungkan tiga wilayah Lampung, Bengkulu, dan Sumatera Selatan. Kota yang terletak di pegunungan dengan hawa sejuk dan panorama indah ini dipenuhi dengan jalan berliku yang dikelilingi bukit-bukit dan tanjakan yang terjal. Hal ini merupakan tantangan awal bagi tim 7 Wonders untuk bisa sampai di ibukota Lampung Barat ini. Beruntunglah tim 7 Wonders menggunakan Daihatsu Terios karena untuk melalui jalan ini harus menyiapkan kendaraan yang baik, terutama kondisi ban danmesin.
                Banyak pengalaman dan pelajaran berharga yang di dapat para tim petualang 7 Wonders di kota ini, mulai dari cara pengolahan kopi yang tidak berbeda dengan pengolahan kopi pada umumnya dan cara penyajian kopi yang khas membuat kopi Liwa terkenal hingga ke mancanegara. Ada 2 macam yang sudah dikembangkan yaitu kopi beraroma ginseng dan kopi berorama pinang.
Sesampainya di kotaLiwa, tim masih harus menuju Danau Ranau yang Jaraknya sekitar 25 km dari Kota Liwa. Danau ini tercipta dari gempa besar dan letusan vulkanik dari gunung berapi yang membuat cekungan besar. Panorama alam yang memukau sangat mendukung danau ini. Keistimewaanya bertambah dengan latarbelakang Gunung Seminung dan dikelilingi oleh bukit dan lembah, serta air danau yang sangat jernih. Danau Ranau berjarak sekitar 342 kilometer dari Kota Palembang, 130 kilometer dari Kota Baturaja, dan 50 kilometer dari Muara Dua, Ibukota Oku Selatan. Perjalanan ini bias ditempuh menggunakan kendaraan pribadi. Dengan keadaan jalan yang sudah beraspal, tim 7 Wonders merasa nyaman saat berkunjung ke lokasi ini. Lelahnya perjalanan terbayar sudah ketika tim 7 Wonders menjejakkan kakinya di Danau terbesar kedua di Pulau Sumatera. Tidak lengkap rasanya jika tidak mencicipi kopi yang tumbuh dari tanah sumatera paling selatan ini. Menikmati kopi Liwa di pinggir Danau Ranau bukan sekedar menghirup aroma tanah dan iklim setempat melainkan merasakan hembusan angin dan terpaan cahaya matahari dan hujan yang membuat karakter rasa dari kopi Liwa ini berbeda dari daerah lain. Aroma secangkir kopi Liwa menambah lengkap kehangatan dan keceriaan tim 7 Wonders yang sudah berhasil menyelesaikan etape pertamanya.
Tak lengkap rasanya jika menikmati kopi Luwak-Kopi yang cukup terkenal di seluruh dunia tanpa mengetahui asal-usul kopi Luwak. Tak Cuma karena rasanya yang nikmat tapi harganya pun lumayan mahal. Benar saja, sungguh nikmat, mengecap kopi ternama, langsung dari kebunya. Harga per kilo berkisar antara Rp 400 ribuan sampai jutaan. Kopi yang dimakan oleh musang ini selanjutnya akan terfermentasi dan keluar jadi kotoran berwujud biji kopi. Kotoran ini dikumpulkan dan dipisahkan agar tak lagi berbentuk gumpalan. Setelah itu baru dijemur hingga kering. Barulah biji kopi yang sudah bersih dan kering dibawa kepabrik pengolahan kopi. Inilah alasannya mengapa Kopi Luwak mahal sekali.  Selain karena proses pembuatannya lumayan ribet, hanya kopi terbaiks aja yang dimakan Luwak.


ETAPE 2) KabupatenLahat, Sumatera Selatan
Sebagian besar wilayah Kabupaten Lahat di sumatera Selatan berupa bentangan Bukit Barisan mulai utara ke selatan. Daerah perbukitan ini dilewati beberapa sungai besar dan kecil. Kondisi geografis berupa bentangan bukit dan hujan tropis yang luas, membuat Kabupaten Lahat menjadi daerah yang subur dengan hasil pertanian dan perkebunan yang melimpah. Apabila pergi ke Kabupaten Lahat, jangan lupa mencicipi kopi hasil kabupaten ini. Kopi lahat dikenal karena aroma dan rasanya. Konon, kalau sudah merasakan nikmatnya kopi lahat, akan mudah membedakan mana kopi asli dan mana yang bukan.
Apalagi dimusim penghujan seperti sekarang ini, minum kopi menjadi pilihan utama disaat kumpul bersama keluarga, lebih lengkap lagi bila ditambah dengan kehadiran pisang goreng hangat. Kopi merupakan salah satu unggulan penghasilan pada sektor perkebunan di kabupaten Lahat. Tanaman yang dapat dijumpai hampir di seluruh kecamatan ini perannya sangat besar dalam menopang kegiatan ekonomi Kabupaten Lahat. Luas areal tanaman kopi 114.317 hektar dengan total produksi lebih dari 57.329 ton per tahun. Luas lahan maupun produksi kopi lahat yang terbesar di Sumatera Selatan.
Setibanya di Kabupaten Lahat Tim 7 Wonders disambut oleh orang nomor satu di Kabupaten Lahat, yaitu Bupati Lahat. Setelah bercengkrama cukup lama dengan Bupati lahat sembari menenggak secangkir kopi khas Lahat, Bupati Lahat memberikan kejutan yang ternyata kejutan tersebut adalah mobil dinas Bupati Lahat yang juga menggunakan mobil Daihatsu Terios.



ETAPE 3) Kota Pagaralam
 perjalanan menuju Kota Pagaralam


Kota pagaralam terletak di kaki Gunung Dempo sehingga kota ini sangat kaya dengan obyek wisata. Selain itu di kota Pagar Alam juga terdapat banyak air terjun yang biasa disebut penduduk setempat curup, ada curup tujuh kenangan, curup embun dan masih banyak lagi. Kota ini berada di dataran tinggi yang sejuk, aktivitas ekonomi / perdagangan sangatditentukan oleh sektor Pertanian dan Perkebunan serta sektor Pariwisata.
Tanaman kopi yang 90% berjenis robusta ini dihasilkan dari Kota Pagar Alam, yang merupakan hasil komoditas ekspor. Kopi telah menjadi andalan perekonomian kota.Tanaman yang tersebar di seluruh kecamatan inilah yang memacu sektorperkebunan menjadi tulang punggung perekonomian Pagar Alam. Sebesar 38,67%kegiatan ekonomi dihasilkan dari sektor ini. Mayoritas penduduk atau tepatnya
26,24% pun mencari nafkah lewat penanaman kopi. Pada tahun 2002, panenmenghasilkan 19.640 ton dari kebun kopi seluas 37.675 hektar.Sebenarnya, tak semua lahan di Pagar Alam cocok untuk kopi. Ada lahan-lahanyang cenderung dipaksa dengan tanaman kopi hanya karena mengejar untung.Maklum, petani kopi pernah mengalmai masa kejayaan di sekitar tahun 1987-an.Saat itu harga kopi mencapai Rp 20.000 per kg di tingkat petani. Sekarang hargatelah menyusut jauh, antara Rp 4.100 – Rp 4.500 per kg. Bahkan harga kopi pernahanjlok sampai Rp 3.000 per kg.
Tanpa membuang waktu tim 7-Wonders segera bergerak menuju lokasi di Pusat Kota Pagaralam untuk menyaksikan sendiri seperti apa pengolahan kopi di Pagaralam.




ETAPE 4) Kota EmpatLawang

Ini dia kota kopi asal Sumatera. Bukan sekadar slogan belaka. Kopi menjadi komoditi andalan masyarakat kota Empat Lawang. Sentra kopi membuat kabupaten ini begitu melekat.
Setiap sudut desa hingga kota, kopi menjadi “bahasa gaul” masyarakatnya. Bisa dibilang, kopi menjadi minuman sehari-hari. Tiga kali dalam sehari bak minum obat saja.
Tidak heran, kalau biji kopi menjadi lambang kabupaten yang baru berusia 5 tahun. Pemerintah daerah cukup getol mendorong dalam mengembangkan industri kopi. Lebih jauh, pemda setempat membuat motif batik berlatar kopi menjadi keunikan tersendiri.

Sementara sentra perkebunan kopi di Empat Lawang tersebar di sejumlah lokasi. Salah satunya di Desa Linggis Talang Kupang yang tetap setia dengan kopi. Dari generasi ke generasi, masyarakatnya merupakan petani kopi. Inilah yang mesti diantisipasi pihak terkait. Setidaknya untuk memberikan hasil produksi yang maksimal sekaligus memberikan kesejahteraan masyarakat.
Sejurus dengan itu, Empat Lawang memberikan lahan industri berkaitan kopi. Bahkan pemda setempat mendirikan gedung khusus untuk kopi dari berbagai wilayah di Empat Lawang.
Tidak hanya itu, kreativitas masyarakat disokong seperti pengrajin kayu dari pohon kopi. Berbagai kerajinan pohon kopi dimaksimalkan menjadi jualan dari daerah ini.
Hebatnya, bahan bakunya berasal dari pohon kopi yang tidak produktif. Bahkan bahan baku ini diklaim kuat dan bisa dibuat motif berbagai model.

ETAPE 5) Curup –Kepahiang, Bengkulu

KabupatenKepahiangadalahsalahsatukabupaten di provinsi Bengkulu, Indonesia Bengkulu adalah salah satu kota, sekaligus ibu kotaprovinsiBengkulu, Indonesia. Tim 7 wonders singgah agak lama di kota ini. Mengingat rute Bengkulu – Bukittinggi melalui Padang akan kami  tempuh secara langsung. Selain itu kami juga akan mengunjungi acara CSR berupa penyerahan bantuan untuk Posyandu dan juga UKM.
 
Lima Posyandu yang menerima bantuan adalah Anak Bangsa, Mekar Sari, Damai, Flamboyan dan Candra. Sedangkan UMKM yang mendapat bantuan adalah Tiara, Ikan Pais “Ibu Jumi”, Jepara Maju, Keripik Ikan EZ dan Kopi Bubuk Mandela.
Bengkulu banyak menyimpan rekam jejak sejarah bangsa ini. Salah satunya adalah rumah Ibu Fatmawati, istri Bung Karno. Rumah mungkin nan cantik berbahan kayu ini terletak di Jalan Fatmawati, Kota Bengkulu.
Rumah bersuasana hangat dengan dominasi warna cokelat tua ini banyak menyimpan kenang-kenangan Ibu Fatmawati sejak masa kecil hingga gadisnya. Historisnya, rumah bersejarah ini juga merekam keikutsertaan Ibu Fatmawati dalam perjuangan, terutama saat menyiapkan dan menjahit Sang Saka Merah Putih. Bukti otentiknya masih bisa ditelusuri dengan keberadaan mesin jahit di salah satu ruangan.



Etape selanjutnya adalah dari bengkulu menuju Bukittinggi, melalui jalur pantai barat trans Sumatera. Perjuangan berat sangat diperlukan oleh tim 7 Wonders ini, dikarenakan jalur ekstreme yang harus dilalui. Petualangan kami melalui rute pantai barat memang terasa berbeda. Kalau sebelumnya didominasi pegunungan dan hutan, kini lebih banyak menikmati pemandangan pantai. Cuaca panas sangat menyengat dengan jalanan penuh lubang, ditambah dengan banyak truk-truk besar pembawa kelapa sawit dan batu bara sangat menguji nyali para tim petualang 7 Wonders. Waktu tempuh Bengkulu-Bukittinggi yang memakan waktu 18 jam ini, cukup membuat tim 7 Wonders kelelahan. Namun, Daihatsu Terios yang dibawa tim 7 Wonders masih tetap mantap.
Kota Bukittinggi pernah menjadi ibu kotaIndonesia pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. kota yang berada pada tepi sebuah lembah bernama Ngarai ini terkenal sebagai kota wisata yang berhawa sejuk. Tempat wisata yang ramai dikunjungi adalah Jam Gadang, yaitu sebuah menara jam mirip Big Ben yang terletak di jantung kota. Kota Bukittinggi terletak pada rangkaian Bukit Barisan yang membujur sepanjang pulau Sumatera, dan dikelilingi oleh dua gunung berapi yaitu Gunung Singgalang dan Gunung Marapi. Kota ini berada pada ketinggian 909–941 meter di atas permukaan laut, dan memiliki hawa cukup sejuk dengan suhu berkisar antara 16.1–24.9 °C. Sementara dari total luas wilayah kota Bukittinggi saat ini (25,24 km²), 82.8% telah diperuntukan menjadi lahan budidaya, sedangkan sisanya merupakan hutan lindung.
Kota ini memiliki topografi berbukit-bukit dan berlembah, beberapa bukit tersebut tersebar dalam wilayah perkotaan, di antaranya Bukit Ambacang, Bukit Tambun Tulang, Bukit Mandiangin, Bukit Campago, Bukit Kubangankabau, Bukit Pinang Nan Sabatang, Bukit Canggang, Bukit Paninjauan dan sebagainya. Sementara terdapat lembah yang dikenal juga dengan Ngarai Sianok dengan kedalaman yang bervariasi antara 75–110 m, yang didasarnya mengalir sebuah sungai yang disebut dengan Batang Masang.


ETAPE 6) Mandailing-Natal
 
Ini dia kopi bersejarah dari Mandailing Natal (Madina) Sumatera Utara. Tim Terios 7 Wonders: Sumatera Coffee Paradise mencoba mencari tahu keunikan dan karakteristik kopi tersebut di lapangan, selain data literatur yang diperoleh. Menurut catatan sejarah, bangsa Belanda telah menjejakkan kaki dan membawa kopi di wilayah ini sejak tahun 1699. Hingga tahun 1878, kopi Mandailing begitu kondang hingga mancanegara (Tuanku Rao : LKIS). Kecamatan Pakantan menjadi sentra pengembangan kopi yang dikembangkan Negeri Kincir Angin ini. Bisa dibilang, Kopi Mandailing Natal merupakan industri pertama kopi di Bumi Andalas. Kopi yang dikembangkan merupakan jenis arabika yang sesuai dengan kondisi alam Mandailing. Hamparan perkebunan kopi rakyat berada di atas ketinggian di atas 1.200 meter dari permukaan laut (DPL). Sayangnya, pelan tapi pasti, Kopi Mandailing meredup pamornya. Padahal, dahulunya, kopi ini menjadi andalan ekspor hingga Eropa terutama Austria.
Tim 7 Wonders singgah sejenak di kedai kopi untuk lebih mengenal Kopi Mandailing dan menelusuri jejak yang hilang. Sejumlah warga bercengkerama sambil menyeruput kopi di kedai itu. Pembicaraan ringan hingga hangat menjadi topik yang tiada habisnya sembari ditemani secangkir kopi. Selepas ngopi, Tim 7 Wonders bergegas menuju salah satu perkebunan kopi Mandailing dan diantar kolega kami, Bang Lelo. Bukan perkara mudah, untuk menuju ke lokasi. Jaraknya 25 kilometer dari kedai kami singgah. Jalan sempit dan berlubang mendominasi menuju perkebunan rakyat. Akhirnya, Tim 7 Wonders sampai di desa Langgamtama Simpang Banyak Mandailing yang diapit perbukitan rindang.







Pengolahan kopi terbilang lengkap di sini dan dikelola oleh koperasi setempat. Alat pemrosesan kopi mulai dari penggilingan hingga mesin pengemasan ada di lokasi. Para petani setempat dan sekitar bisa memanfaatkan proses tersebut di sini.
Tim 7 Wonders-pun langsung diajak mengunjung perkebunan rakyat yang berada di perbukitan hijau. Jalur semi-offroad mesti dilakoni ketiga Daihatsu Terios. Beberapa kilometer melintasi semak belukar dan jalan tanah, akhirnya tim sampai d perkebunan.
Sahabat Petualang, Perjalanan panjang 7 Wonders sudah mencapai separuh lebih dari rute yang direncanakan ketika tim 7 Wonders sudah berada di Medan. Selain untuk memulihkan stamina selama 2 malam di Medan tim 7 Wonders juga melakukan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR). Program ini disinergikan dengan program CSR PT. Astra Daihatsu Motor (ADM).
Untuk di Medan acara simbolis penyerahan bantuan kepada 2 Posyandu dan 5 UMKM dilakukan di dealer Daihatsu, Jalan Sisingamangaraja No. 170, Medan. Kedua Posyandu Binaan yaitu Posyandu Kenanga 1 dan Mawar XII. Sedangkan UMKM yang mendapat bantuan adalah Wolken (pembuat bantal+guling), Keripik Pisang Bu Nur, Keripik Cap Merak, Berkat Rahmat dan juga Sirup Markisa Brastagi Bee. Total bantuan program ini nilainya mencapai lebih dari Rp 200 juta.
Selain aksi sosial, di Medan 7 Wonders juga melakukan pengecekan dan perbaikan pada 3 Terios yang menemani perjalanan 7 Wonders. Setelah melewati berbagai rute lumayan berat dan adanya sedikit kendala yang dialami salah satu Terios, mengembalikan kondisi mobil jadi prima lagi cukup penting. Mengingat rute kami berikutnya di provinsi Aceh juga penuh tantangan.
Perjalanan tim 7 Wonders kini mulai memasuki etape terakhir yaitu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Seusai check out dari Hotel Santika Medan – tepat pukul 13.00 WIB, tiga Terios pun segera bergerak menuju provinsi Serambi Mekkah.
Rute perjalanan dari Medan menuju Langsa lumayan lancar. Kondisi jalan raya juga lumayan bagus dan cenderung flat. Meskipun di beberapa ruas jalan ada perbaikan dan pelebaran tapi tak sampai menyebabkan kemacetan. Jarak sekitar 200 km pun tak terasa jauh. Kondisi aspal jalan memasuki provinsi Aceh juga lumayan mulus.

ETAPE 7) Kota Takengon

Kota Takengon adalah persinggahan terakhir tim 7 Wonders dalam mengeksplorasi 7 tempat penghasil kopi di Pulau Sumatera. Takengon merupakan ibukota Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh, Indonesia. Kota Takengon terletak di sisi Danau Laut Tawar, di tengah-tengah wilayah provinsi Aceh. Kawasan ini merupakan dataran tinggi yang berhawa sejuk dengan ketinggian sekitar 1200 m di atas permukaan laut. Banyak terdapat tempat wisata di kawasan ini, di antaranya adalah Danau Laut Tawar, Gua Puteri Pukes, Pantan Terong. Mayoritas penduduk kota Takengon adalah Suku Gayo, yang lain nya bersuku Aceh, minang, jawa
Bagi penikmat kopi, nama Kopi Aceh Gayo tak asing lagi ditelinga. Bahkan Kopi Gayo adalah salah satu kopi terbaik di dunia. Para penikmat kopi bersedia merogoh kantong super dalam untuk mendapatkan secangkir kopi yang beraroma harum dan rasa yang khas tersebut. Tapi mungkin tak banyak yang tahu, dimanakah kopi mantap itu ditanam, dimanakah Gayo tersebut?
Gayo sendiri adalah nama dataran tinggi Aceh yang tersebar di beberapa kabupaten, diantara Kabupaten AcehTengah, Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Blajarengkeun. Kali ini saya mengunjungi kota Takengon, yang merupakan Ibu kota Kabupaten Aceh Tengah.
Disamping menuntaskan rasa penasaran akan danau Laut Tawar dan Masyarakat Gayo yang terkenal ramah dan bersahaja, perjalanan 7 Wonders kali ini juga ingin melihat langsung seperti apa perkebunan kopi Gayo yang mendunia itu, dan tentu saja mencicipi kopi orisinal Gayo langsung dari sumbernya.
Menurut masyarakat lokal, ada dua jenis kopi yang ditanam di daerag Gayo, yaitu kopi Robusta dan kopi Arabica. Kopi Gayo yang asli adalah kopi Robusta dan jenis kopi inilah yang paling disukai oleh masyarakat lokal di dataran tinggi Gayo. Adapun kopi Arabica lebih banyak beredar di luar Gayo dan kopi inilah yang diekspor ke Eropa dan Amerika karena kopi ini lebih cocok dengan lidah mereka.
Pohon-pohon Kopi Robusta dan Arabika Gayo yang tumbuh subur di Takengon
Berbeda dengan daerah Jawa dan Bali, di Gayo, kopi ditanam secara manual dan tradisionaloleh penduduk setempat, dan kopi pun tumbuh subur bahkan disela-sela tanaman pagar tumah sekalipun. Sehingga tak aneh lagi ditengah kota Takengon atau di sela-sela rumah penduduk akan mudah dijumpai pohon kopi yang subur lengkap dengan buahnya yang mulai memerah. Untuk kopi jenis Arabika biasanya langsung diekspor ke luar negeri atau di jual kepengepul untuk dibawa ke Jakarta, namun untuk jenis kopi Robusta, biasanya di olah sendiri oleh penduduk lokal dan kemudian dipasarkan di pasar-pasar tradisional kota Takengon dan kota-kota lainnya di Dataran Tinggi Gayo dan Aceh.
Ada banyak cara untukmenikmati kopi Gayo di Takengon,. Banyak kedai kopi yang dikelola tradisional oleh masyarakat setempat dengan racikan yang pas. Racikan kopi masyarakat Gayo biasanya bercitarasa manis, disamping memang aroma dan rasa kopi Gayo memperkuat rasa manis. Kalau tidak terlalu suka kopi manis, cukup minta kepada abang penjual kopinya agar memisahkan kopi dan gula.
Disamping kedai-kedai kopi tradisional yang bertebaran di sekitar pusat kota Takengon, terdapat pilihan yang lebih nyaman dengan pilihan racikan kopi yang lebih beragam dengan kualoitas terjamin, yaitu di Kafe Bergendaal, sekitar 30 menit dari pusat kota Takengon. Tidak hanya kopi, disini juga bisa dilihat proses pengolahan kopi Gayo, dari biji kopi mentah, sampai terhidang indah di meja dengan harga jauh lebih murah. Secangkir kopi luwak Gayo yang di Jakarta bisa mencapai ratusan ribu, di sini bisa dinikmati hanya dengan 20ribu rupiah saja.





Hawa sejuk dan terkadang berkabut, pemandangan pergunungan dan hamparan danau Laut Tawar yang magis, ditemani secangkir kopi hitam khas Gayo,sungguh pengalaman yang tidak akan  didapatkan kecuali di Kota Takengon, Dataran Tinggi Gayo, Provinsi Aceh.
Rangkaian perjalanan panjang tim Terios 7-Wonders sepanjang 3.657 km selama 15 hari berakhir di tugu “Nol” Kilometer tepat pukul 12.48 WIB (24/10). Tim Terios 7-Wonders telah berhasil mennyelesaikan seluruh etape perjalanan panjang ini tanpa ada kendala berarti. Terbukti Terios adalah SUV yang tangguh.Seremoni singkat menandai berakhirnya ekspedisi ini dilakukan di Tugu “Nol” Kilometer



tulisan ini dibuat dalam rangka mengikuti

Kontes Blog Mobil Sahabat Petualang #terios7wonders